EFESIENSI
PENGOLAHAN DANA ALOKASI DESA
KECAMATAN
AIR HANGAT BARAT
PROPOSAL
Ditulis untuk melengkapi tugas-tugas,
untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh
:
R
I N A L D I
NPM : 131004460201097
STRATA I PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI
SAKTI ALAM KERINCI (STIE-SAK)
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Kegagalan
berbagai program pembangunan pedesaan di masa lalu disebabkan antara lain
karena penyusunan, pelaksanaan dan evaluasi program-program pembangunan tidak
melibatkan masyarakat. Pembangunan dilakukan dengan tidak aspiratif dan
parsitipatif. Proses kebijakan pembangunan lebih mengedepankan paradigma
politik sentralistis dan dominannya peranan negara pada arus utama kehidupan
bermasyarakat. Akibat dari mekanisme perencanaan pembangunan yang tidak
aspiratif dan kurang partisipatif tersebut, membuat hasil perencanaan dan
proses pembangunan, terutama di tingkat Desa, menjadi tidak berkelanjutan.
Sebagian besar kegiatan pembangunan merupakan program dari atas (Top down), sangat
berorientasi proyek, dan menonjolkan ego sektoral. Padahal pembangunan Desa merupakan
dasar dari pembangunan nasional, dan partisipasi masyarakat merupakan modal
utama keberhasilan pembangunan.
Kelahiran Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa,
memberikan kesempatan kepada masyarakat Desa untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan dalam undang-undang
tersebut, yakni diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi,
peran serta masyarakat, pemerataan,keadilan, serta memperhatikan potensi dan
keaneka-ragaman daerah.
Negara Republik Indonesia sebagai
Negara Kesatuan menganut asas desentralisasi dalam menyelenggarakan
pemerintahan dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945
disebutkan bahwa, Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil,
dengan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan
memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara,
dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa. Daerah di
Indonesia akan dibagi menjadi daerah Provinsi, Kabupaten, Kecamatan Dan Desa.
Tujuan utama penyelenggaraan otonomi
daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public
service) dan meningkatkan perekonomian daerah. Pada dasarnya, terkandung
tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik kepada masyarakat,
menciptakan efisiensi dan efektifitas pengolalan sumber daya daerah, dan memberdayakan
serta menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun
2005 Tentang
Desa, desentralisasi tidak hanya dilaksanakan pada tingkat Provinsi dan
Kabupaten atau Kota tetapi juga meluas sampai pada tingkat pedesaan. Secara
historis, Desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan
pemerintahan di Negara Indonesia jauh sebelum Negara ini merdeka. Struktur
sosial sejenis masyarakat Desa, masyarakat adat dan lain sebagainya
telah menjadi
institusi sosial yang mempunyai posisi yang sangat penting. Desa
merupakan institusi yang otonom dengan tradisi, adat-istiadat dan hukum yang
mandiri. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan tingkat keragaman yang tinggi
membuat desa merupakan wujud nyata dari sebuah Negara.
Keberadaan Desa secara
yuridis formal diakui dalam Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa. Berdasarkan
ketentuan ini Desa diberi pengertian sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Penyelenggaraan Pemerintahan Desa tidak
terpisahkan dari penyelenggaraan otonomi daerah. Pemerintahan Desa merupakan
unit terdepan (ujung tombak) dalam pelayanan kepada masyarakat serta menjadi
tonggak strategis untuk keberhasilan semua program yang dijalankan pemerintah.
Karena itu upaya untuk memperkuat Desa (pemerintahan Desa dan lembaga
kemasyarakatan Desa) merupakan langkah untuk mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat sebagai hakikat dari otonomi daerah.
Dengan demikian, dalam
pengaturan pemerintahan Desa telah mengalami
perbedaan sudut pandang utama dalam hal kewenangan. Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaklumi tidak lagi campur tangan secara langsung
tetapi memberikan pedoman, bimbingan, pelatihan dan pembelajaran kepada pemerintahan
Desa dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya.
Dengan posisi tersebut Desa memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang
kesuksesan Pemerintahan Nasional secara luas. Desa menjadi garda
terdepan dalam menggapai keberhasilan dari segala urusan dan program
dari Pemerintah. Hal ini juga sejalan apabila dikaitkan dengan komposisi penduduk
Indonesia bahwa sekitar 60 % (enam puluh persen) atau sebagian besar
penduduk Indonesia saat ini masih bertempat tinggal di kawasan permukiman
pedesaan. Maka menjadi sangat logis apabila pembangunan Desa menjadi prioritas
utama bagi kesuksesan pembangunan nasional.
Pada pasal 68 tersebut,
disebutkan bahwa salah satu dari sumber pendapatan Desa adalah adanya bagian
dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh
kabupaten/kota diperuntukkan bagi Desa dengan jumlah paling sedikit 10%
(sepuluh persen) dan dibagi secara proporsional pada masing-masing Desa. Bagian
dari dana perimbangan itu disebut dengan Alokasi Dana Desa. Dalam ketentuan
umum Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 telah dijelaskan tentang defenisi
dari Alokasi Dana Desa. Dimana yang dimaksud dengan Alokasi Dana Desa adalah
dana yang dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa yang bersumber
dari dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah bagi pemerintah
Kabupaten/Kota.
Dasar pemberian Alokasi Dana Desa
adalah amanat pasal 212 ayat (3) undang-undang nomor 32 tahun 2004 yang
ditindaklanjuti oleh Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa
khususnya pasal 68 ayat (1). Sedangkan mengenai tata cara perhitungan dan
Alokasi Dana Desa diatur dengan Surat Edaran Mentri Dalam Negri Tanggal 22
Maret 2005 Nomor 140/640/Sj Perihal Pedoman Alokasi Dana Desa Dari Pemerintah
Kabupaten/Kota Kepada Pemerintah Desa.
Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan
wujud pemenuhan dari hak Desa untuk menyelenggarakan pemerintahannya secara
mandiri agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan asas desentralisasi dan
demokrasi. Hal tersebut akan meningkatkan peran Pemerintah Desa dalam
mempercepat pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah yang strategis, begitu
juga dengan wilayah-wilayah yang tertinggal akan berkembang sesuai dengan
sistem pembangunan tersebut.
Tujuan dari pelaksanaan Alokasi Dana
Desa adalah untuk meningkatkan pembangunan Desa, baik pembangunan fisik maupun
pembangunan non fisik. Hal
ini berhubungan dengan indikator pembangunan Desa. Indikator pembangunan
desa tersebut meliputi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan masyarakat
Desa dan tingkat kesehatan masyarakat. dengan diberikannya Alokasi Dana Desa
diharapkan pembangunan fisik Desa yang selama ini jauh dari cukup dapat
ditingkatkan. Jumlah Alokasi Dana Desa yang diterima oleh setiap desa berbeda.
Perhitungannya adalah dengan mempertimbangkan porsi dari Desa yang bersangkutan.
Apa yang dimaksud dengan porsi tersebut tidak lain adalah perhitungan empiris
yang lebih seksama antara kebutuhan dan potensi Desa. kebutuhan Desa yang diperhitungkan
dari variable jumlah penduduk, luas wilayah, kondisi geografis dan potensi alam
serta tingkat pendapatan masyarakat dan jumlah masyarakat yang berada dibawah
garis kemiskinan. Sedangkan potensi Desa digambarkan dengan peluang penerimaan
Desa, baik dari sektor pertanian maupun sektor lain. Perhitungan sendiri diharapkan
melibatkan masyarakat atau kalau memungkinkan dilakukan sendiri oleh Desa.
Pemberian Alokasi Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten Kerinci
kepada Desa pada tahun 2014 secara yuridis pengaturannya ditetapkan dalam Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Teknis Pengelolaan Keuangan Desa Kabupaten Kerinci Tahun 2014, dimana
disebutkan tujuan dilaksanakannya Alokasi Dana Desa di Kabupaten Kerinci adalah
:
1.
Menangulangi kemiskinan dan
mengurangi kesenjangan;
2.
Meningkatkan penyelenggraan
pemerintahan desa dalam melaksnakan pelayanan pemerintahan,pembangunan, dan
kemasyarakatan sesuai dengan kewenangan;
3.
Meningkatkan kemampuan
lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian
pembangunan secara partisifatif sesuai dengan potensi desa;
4.
Meningkatkan ketentraman dan
ketertiban masyarakat;
5.
Meningkatkan pemerataan
pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa;
6.
Mendorong swadaya dan gotong
royong masyarakat;
7.
Meningkatkan pendapatan desa
dan masyarakat;
Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun 2014 tanggal 6 Agustus 2014 Tentang
Petunjuk Teknis Pengelolaan Keuangan Desa Kabupaten Kerinci Tahun 2014
menjelaskan arah penggunaan Alokasi Dana Desa agar didasarkan pada skala prioritas tingkat desa yang merupakan
hasil dari Musyawarah rencana pembangunan desa, oleh karena itu tidak boleh
dibagi secara merata ke dusun/RW/RT. Pelaksanaan Alokasi Dana Desa wajib
dilaporkan oleh Tim Pelaksana Desa secara berjenjang kepada Tim Fasilitasi
Tingkat Kecamatan dan Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten. Sistem
pertanggungjawaban baik yang bersifat tanggung jawab maupun tanggung gugat
diperlukan adanya sistem dan prosedur yang jelas sehingga prinsip akuntabilitas
benar-benar dapat dilaksanakan. Oleh karena itu Peraturan Bupati Nomor 21 Tahun
2014 tanggal 6 Agustus 2014 tersebut menetapkan
pelaporan dan pertanggungjawaban pengelolaan Alokasi Dana Desa yang
dilaksanakan secara berjenjang, dimulai dari Tingkat Desa sampai ke Tingkat Kabupaten.
Untuk Tingkat Desa yaitu bahwa Tim Pelaksana Desa wajib
menyampaikan laporan bulanan penggunaan Alokasi Dana Desa mencakup perkembangan
pelaksanaan dan penyerapan dana dengan menggunakan Format pertangung jawaban yang
telah ditetapkan DPPKAD, disamping itu pada setiap tahapan pencairan Alokasi Dana
Desa Tim Pelaksana Desa wajib menyampaikan laporan kemajuan fisik dan non fisik
yang merupakan visualisasi kemajuan kegiatan fisik dan non fisik kepada Tim
Fasilitasi Kecamatan. Sedangkan pertanggungjawaban Alokasi Dana Desa
terintegrasi dengan pertanggungjawaban pelaksanaan APBDes sesuai dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 6 Tahun 2007 tentang Keuangan Desa.
Sedangkan asas adil ditempuh
dengan mengalokasikan bagian Alokasi Dana Desa secara propersional berdasarkan
variabel kemiskinan, pendidikan dasar, kesehatan, keterjangkauan, jumlah
penduduk, luas wilayah, potensi ekonomi, jumlah dusun, dan jumlah aparat
pemerintah desa.
Dengan memperhatikan Alokasi
Dana Desa untuk masing-masing kecamatan tersebut Pemerintah Kabupaten Kerinci
berharap penyelenggaraan pemerintahan desa dapat berjalan dengan baik. Kecamatan Air hangat barat merupakan salah
satu kecamatan yang baru di laksanakan pemekarannya di Kabupaten Kerinci
sehingga sangat menarik untuk dilakukan penelitian tentang efektivitas
pengelolaan Alokasi Dana Desa yang teranggarkan di tahun 2014. Selain itu
penelitian di Kecamatan Air hangat barat ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu wilayah kerja yang sekaligus
merupakan objek penelitian bagi peneliti dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
Sementara itu World Bank (Haryanto, 2007:9) mendefinisikan good governance sebagai suatu
penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang
sejalan dengan prinsip demokrasi dan
pasar yang efisien. Selanjutnya Haryanto (2007:10) mengemukaan prinsip-prinsip Good Governance adalah adanya partisipasi masyarakat, tegaknya supremasi
hukum, tumbuhnya transparansi yang dibangun atas dasar arus informasi yang
bebas dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan
dan memadai, peduli pada stakeholder,
berorientasi pada konsensus, kesetaraan,
efektifitas dan efisiensi, akuntabilitas, serta adanya visi strategis Good governance adalah sebuah kerangka
institusional untuk memperkuat otonomi desa, karena secara substantif
desentralisasi dan otonomi desa bukan hanya masalah pembagian kewenangan antar
level pemerintahan, melainkan sebagai upaya membawa negara lebih dekat dengan
masyarakat. Pemerintah lokal tidak akan kuat dan otonomi tidak akan bermakna
dan bermanfaat bagi masyarakat lokal jika
tidak ditopang dengan transparansi, akuntabilitas, partisipasi dan
responsivitas.
Berdasarkan prinsip-prinsip Good
Governance tersebut maka pengelolaan alokasi dana desa di Kabupaten Kerinci
senantiasa menitik beratkan pada pelaksanaan prinsip transparansi dan akuntabel
selain partisipatif dan responsive, sehingga akan terwujud pelaksanaan good governance di tingkat pemerintahan
desa. Di samping itu Pemerintah Kabupaten Kerinci juga memanfaatkan prinsip
dimaksud sebagai media proses pembelajaran masyarakat sehingga memiliki kesadaran
yang tinggi akan arti pentingnya pembangunan yang merupakan tanggungjawab
bersama antara pemerintah dan masyarakat. Keberhasilan Good governane dimaksud juga
ditentukan oleh para pengelola kegiatan di tingkat Desa sebagai ujung tombak
pelaksanaan kegiatan di tingkat bawah.
Semakin tinggi tanggung jawab pengelola Alokasi Dana Desa maka
akuntabilitas pengelolaan Aalokasi Dana Desa
akan semakin baik, demikian pula sebaliknya, semakin rendah tanggung jawab
pengelola maka akuntabilitas pengelolaan
Alokasi Dana Desa akan tidak baik. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan
Inspektorat Kabupaten Kerinci atas pengelolaan keuangan desa terhadap I dan II
(satu dan dua) desa di wilayah Kecamatan Air hangat barat, khususnya untuk
pengelolaan Alokasi Dana Desa belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan. Secara umum pengelola tingkat Desa belum menyelenggarakan
administrasi keuangan desa dengan baik dan benar. Kecamatan Air hangat barat
dengan jumlah desa sebanyak 12 (dua belas) desa, terdapat 3 (tiga) desa atau 35
% (tiga puluh lima persen) yang belum melaksanakan pertanggungjawaban Alokasi Dana
Desa sesuai dengan ketentuan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Daerah kabupaten Kerinci Nomor 6 Tahun 2007
tentang Keuangan Desa, disebutkan bahwa dalam pelaksanaan Anggaran dan Belanja
Desa (APBDesa) semua pengeluaran desa dilakukan melalui kas desa dengan
didukung oleh bukti pengeluaran yang sah, selain itu Bendahara Desa wajib
menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran desa, dengan
menggunkan sistem akuntansi yang berterima umum sesuai dengan Sistem Akuntansi
Pemerintahan (SAP).
Ditinjau dari hal tersebut maka pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan desa di wilayah Kecamatan Air hangat barat belum sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, sehingga perlu untuk dikaji dan dianalisa bagaimana
sebenarnya pengelolaan Alokasi Dana Desa pada tingkat implementasi di
lapangan? Serta kendala-kendala apa yang
dihadapi oleh para pelaku atau aparat pengelola, serta bagaimana menemukan
upaya pemecahan untuk mengatasi permasalahan atau kendala adalah hal-hal yang
mendorong untuk dilaksanakan penelitian di wilayah Kecamatan Air hangat barat.
1.2. Rumusan Masalah
Keberhasilan
pengelolaan Alokasi Dana Desa sangat tergantung dari berbagai faktor antara
lain kesiapan aparat pemerintah desa sebagai ujung tombak pelaksanaan di
lapangan, optimalisasi peningkatan implementasi SAP di tingkat desa, sehingga
perlu sistem pertanggungjawaban pengelolaan Alokasi Dana Desa yang benar-benar
dapat memenuhi prinsip akuntabilitas keuangan daerah. Bertitik tolak dari hal
tersebut serta latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana sistem
akuntabilitas pengelolaan Alokasi Dana Desa di wilayah Kecamatan Air Hangat
Barat Kabupaten Kerinci ?
2.
Mengapa pengelola Alokasi
Dana Desa melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan belum sesuai dengan
ketentuan ?
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah sebagaimana tersebut di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan sistem akuntabilitas pengelolaan Alokasi
Dana Desa serta apa yang menjadi penyebab pengelola Alokasi Dana Desa dalam
pengelolaan administrasi keuangan belum memenuhi ketentuan yang berlaku.
1.4. Manfaat Penelitian
Harapan penelitian ini dapat berguna bagi kalangan akademisi dan
praktisi, yaitu antara lain:
1.5.1
Manfaat Teoritis, adalah
sebagai sumbangan pengembangan ilmu administrasi keuangan, khususnya dalam pengelolaan alokasi dana
desa;
1.5.2
Manfaat Praktis, adalah
sebagai sumbangan kepada Pemerintah Kabupaten Kerinci umumnya dan Pemerintah
Kecamatan Air hangat barat khususnya untuk meningkatkan akuntabilitas
pengelolaan Alokasi Dana Desa;
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan dalam usulan penelitian
tentang Efesiensi Pengolahan Dana
Alokasi Desa ini akan dibagi dalam lima
bab yaitu:
BAB I Pendahuluan,
terdiri dari latar belakang penelitian, bantasan masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II Studi Pustaka,
terdiri dari landasan teori penelitian,penelitian terdahulu dan
kerangka pemikiran.
BAB III Metode Penelitian,
Terdiri
dari Metode Penelitian, instrumen penelitian, lokasi dan waktu penelitian,
metode pengumpulan data, teknik analisis dan keabsahan data.
BAB IV Gambaran Umum Objek
Penelitian
Terdiri dari sejarah objek penelitian, kondisi geografis, keadaan
penduduk, agama, pendidikan, dan keadaan sosial ekonomi.
BAB V Analisis dan
Pembahasan,
Terdiri dari definisi operasional variabel dan analisis data.
BAB VI Penutup,
terdiri dari kesimpulan dan
saran.
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Efesiensi
Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006,
efisiensi adalah hubungan antara masukan dan keluaran, efisiensi merupakan
ukuran apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh
organisasi perangkat pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi perangkat
pemerintahan dapat mencapai manfaat tertentu.
Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara
lain :
1.
Efisiensi pada sektor hasil dijelaskan dengan
konsep masukan- keluaran (input-output)
2.
Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah
suatu kegiatan yang dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin; atau dengan
kata lain suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan
pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran dengan biaya yang terendah atau
dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan.
3. Efisiensi
penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan memperhatikan aspek
hubungan dan tatakerja antar instansi pemerintah daerah dengan memanfaatkan
potensi dan keanekaragaman suatu daerah.
Sedangkan arti kata efisien menurut kamus besar bahasa
Indonesia yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu
(dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya), mampu menjalankan tugas
dengan tepat dan cermat, berdaya guna, bertepat guna. Sedangkan definisi dari efisiensi
adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang
optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan
dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan
penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang
diterima. Misalnya suatu pekerjaan dapat dikerjakan dengan cara A dan cara B.
Untuk cara A dapat dikerjakan selama 1 jam sedangkan cara B dikerjakan dengan
waktu 3 jam. dengan begitu dengan cara A (cara yang benar) baru bisa dikatakan
cara yang efisien bila dibandingkan dengan cara B.
Faktor
penentu efisiensi adalah :.
1.
Faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan.
2.
Faktor struktur organisasi yaitu susunan yang
stabil dari jabatan-jabatan baik itu struktural maupun fungsional.
3.
Faktor sumber daya manusia seperti tenaga kerja,
kemampuan kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat
bekerja serta dana keuangan.
4.
Faktor dukungan kepada aparatur dan
pelaksanaanya baik pimpinan maupun masyarakat.
5.
Faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk
mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna
dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud.
Adapun
cara untuk mencari tingkat efisiensi dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Efisiensi
= Input Target/Input Aktual >=1
Jika input yang ditargetkan berbanding input
aktual lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi. Dan Jika
input yang ditargetkan berbanding input aktual kurang daripada 1 (satu), maka
efisiensi tidak tercapai.
2.1.2 Pengertian ADD
Dalam rangka
peningkatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, pemerintah desa sebagai unit
pemerintah terdepan yang berhubungan langsung dengan masyarakat, perlu dana
dalam pelaksanaannya. ADD murupakan dana yang dialokasikan oleh pemerintah
untuk pembangunan pedesaan, yang bersumber dari dana perimbangan keuangan pusat
dan daerah yang di terima oleh pemerintah kabupaten/kota setelah di kurangi
belanja pegawai. Dana ini di harapkan untuk menjadi penyangga utama pelaksanaan
tugas pemerintah, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat pedesaan, sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
desa. Dengan menggunakan forum musyawarah perencanaan pembangunan desa
(Musrenbang desa) sebagai wadah berhimpunnya elemen yang ada dimasyarakat
diharapkan akan menghasilkan sesuatu perencanaan yang pertisifatif, menimbulkan
rasa tangung jawab bersama-sama terhadap kegiatan yang dilaksanakannya, saling
menghormati dan mengawasi dalam semangat kebersamaan untuk kepentingan yang
lebih besar dalam kegiatan pembangunan fisik dan non fisik untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. ADD juga di programkan sebagai upaya menyatukan visi
dan misi pemberdayaan masyarakat dan pembangunan desa di kabupaten kerinci
khususnya pelaksanaan kegiatan di tingkat desa.
2.1.3 Maksud ADD
Sebagai mana kita
lihat didalam surat Mentri Dalam Negeri Republik Indonesi Nomor:140/690/SJ
tanggal 22 maret 2005, tentang pedoman Alokasi Dana Desa dari pemerintah
kabupaten/kota kepada pemerintah desa, bahwa maksud ADD adalah untuk membiayai
program-program pemerintah desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat pedesaan.
2.1.4 Tujuan ADD
Sesuai dengan
Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 Pasal 15 Tujuan Alokasi Dana Desa
Adalah:
1.
Menanggulangi kemiskinan dan
mengurangi kesinjangan.
2.
Meningkatkan perencanaan dan
pengangaran pembangunan ditingkat desa dan pemberdayaan masyarakat.
3.
Meningkatkan pembangunan
infrastruktur pedesaan.
4.
Peningkatan pengalaman
nilai-nilai keagamaan dan sosial budaya dalam rangka menwujudkan peningkatan
sosial.
5.
Meningkatkan ketentraman dan
ketertiban masyarakat.
6.
Meningkatkan pelayanan pada
masyarakatdalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.
7.
Mendorong peningkatan
swadaya dan gotong royong masyarakat.
8.
Meningkatkan pendapatan desa
dan masyarakat desa.
2.1.5 Tahap Perencanaan
Mekanisme
perencanaan ADD dimulai dari Kepala Desa selaku penaggungjawab ADD mengadakan
musyawarah desa untuk membahas rencana penggunaan ADD, yang dihadiri oleh staf
pemerintahan desa, BPD, lembaga kerapatan adat, tokoh masyarakat, alim ulama,
dan pemuda. Dan hasil musyawarah tersebut di tuangkan dalam rancangan pengunaan
dana (RPD) yang merupakan salah satu bahan penyusun APB-Desa.
2.1.6 Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan
kegiatan pembangunan fisik atau non fisik sebagai mana ditetapkan dalam
APB-Desa yang telah disusun melalui musrenbang desa dan dilaksanakan oleh tim
pelaksana desa, selanjutnya guna mendukung keterbukaan dan penyampaian informasi
secara jelas kepada masyarakat, maka pada setiap pelaksanaan kegiatanfisik ADD
di lengkapi dengan papan informasi kegiatan yang dipasang di lokasi kegiatan.
2.1.7 Pengolahan
Alokasi Dana Desa
Sesuai dengan
Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 Pasal 17 ayat 1 Pengunaan Alokasi Dana
Desa ditetapkan sebagai berikut:
- Sebayak 30% digunakan untuk dana operasional pemerintahan desa dan BPD.
- Sebanyak 70% digunakan untuk kegiatan pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat.
2.1.8 Penyaluran
Alokasi Dana Desa
Sesuai dengan
Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 Pasal 18 ayat 1 dan 2 sebagai
berikut.
- Penyaluran Alokasi Dana Desa dilakukan 2 (dua) tahap
- Penyaluran sebagai mana disebutkan pada ayat (1) terdiri dari:
a.
Tahap I sebesar 70% dari Total Alokasi Dana Desa.
b.
Tahap II sebesar 30% dari Total Alokasi Dana Desa.
2.1.9 Pencairan Alokasi
Dana Desa
Sesuai dengan Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 Pasal
19 ayat 1 dan 2 sebagai berikut.
- Pencairan ADD dilakukan oleh Kepala Desa Dan Bendahara Desa.
- Desa yang belum memiliki Kepala Desa devinitif lebih dari 6 (enam) bulan, dan desa dalam sangketa dalam Pemilihan Kepala Desa atau Pemilihan BPD Tidak dapat melakukan Pencairan ADD.
2.1.10 Pelaporan dan
Pertanggungjawaban
Sesuai dengan Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 Pasal
25 ayat (1) sebagai dengan (5) dan Pasal 26 ayat (1) sampai dengan (3) sebagai
berikut:
2.1.10.1 Pasal
25 Pelaporan
- Untuk mengetahui perencanaan dan perkembangan terhadap pelaksanaan program dan kegiatan serta penggunaan dana ADD, maka pengelola ADD dan tim pengendali kecamatan harus membuat laporan perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana, serta permasalahan yang di hadapi berikut solusi pemecahannya.
- Bentuk laporan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
a.
Laporan awal yaitu laporan
mengenai perencanaan fisik, pembangunan dan pemberdayaan yang disampaikan
bersama dengan pengajuan rancangan APBDesa.
b.
Laporan berkala yaitu
laporan mengenai pelaksanaan pengunaan dana ADD tahap I yang di sampaikan
selambat-lambatnya pada triwulan III.
c.
Laporan akhir dari
penggunaan dana ADD mencakup perkembangan pelaksanaan, penyerapan dana, masalah
yang dihadapi dan rekomendasi penyelesaian hasil akhir penggunaan ADD yang
disampaikan selambat-lambatnya pada akhir triwulan IV.
- Laporan sebagai mana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui jalur struktural yaitu dari pengelola ADD ke pada tim pengendali kecamatan secara bertahap.
- Tim pengendali kecamatan menyampaikan laporan rekapitulasi dari selurh laporan pengelola ADD di wilayahnya kepada Bupati melalui tim pembina Kabupaten sesuai dengan jadwal waktu pada ayat (2).
- Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas tim pengendali kecamatan sebagai mana di maksud pada ayat (1), dapat di anggarkan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten.
2.1.10.2 Pasal
26 Pertanggungjawaban
- Kepala desa selaku pemegang kekuasaan pengelola keuangan dan asset desa bertanggungjawab terhadap pelaksanaan, penggelolaan dan pelaksanaan dan pengguna anggaran ADD dan wajib menyampaikan Surat Pertangungjawaban (SPJ) setiap tahap atas pengelolaan ADD berikut barang yang dikuasainya.
- Bentuk SPJ sebagai mana di sebut pada ayat (1) di atur dalam petunjuk teknis penggelolaan ADD Kabupaten Kerinci yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Bupati.
- SPJ sebagai mana dimaksud pada ayat (2) di sampaikan oleh kepala desa kepada PPK Kecamatan untuk di verifikasi kebenaran dan kelayakan, setelah itu kepala desa menyerahkan bukti pengesahan dan laporan realisasi penggunaan dana ADD kepada Inspektorat Kabupaten Kerinci dan Dinas Pendapatan, Pengelola Keuangan dan Asset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kerinci.
2.1.11 Pembinaan
Sesuai dengan Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 Pasal
27 ayat (1) sebagai dengan (4) sebagai berikut:
- Pelaksanaan pembinaan dilaksanakan oleh tim pembina ADD.
- Pembinaan sebagai mana di maksud pada ayat (1) meliputi memberikan pedoman, bimbingan, supervisi, konsultasi, mengawasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan asset.
- Tim pembinaan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
a.
Tim penyusun pedoman dan
sosialisasi tingkat kabupaten yang ditetapkan dengan keputusan Bupati .
b.
Tim Monitoring, Evaluasi dan
pembinaan pelaksanaan keuangan desa.
c.
Tim pendamping tingkat
kecamatan yang di tetapkan dengan keputusan camat.
- Tugas dan tanggungjawab dari tim sebagai mana dimaksud pada ayat (3), tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dari perturan bupati ini.
2.1.12 Monitoring dan
Evaluasi
Sesuai dengan Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 Pasal
28 ayat (1) sebagai dengan (3) sebagai berikut:
- Sekretaris desa selaku Koordinator Pengelola Keuangan Desa melakukan pemeriksaan kas bendaharawan desa sekurang-kurangnya 3(tiga) bulan sekali.
- PPK melakukan verifikasi atas bukti SPJ pengelola ADD, yang diterima dari pemerintahn desa yang bersangkutan.
- Monitoring dan Evaluasi terhadap kebenaran dan kelayakan pelaksanaan kegiatan ADD pada Desa dilaksanakan oleh BPMPDPP&KB.
2.1.13 Pengawasan
Dalam upaya mendukung keberhasilan otonomi daerah terdapat tiga
aspek utama yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan. Ketiga hal tersebut
pada dasarnya berbeda baik konsepsi maupun aplikasinya (Mardiasmo, 2002 : 213).
Pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak luar
(yang dipilih) untuk mengawasi kinerja pemerintah. Pengawasan dapat
didefinisikan sebagai proses untuk “ menjamin”
bahwa tujuan-tujuan organisasi menjadi tercapai ini berkenaan dengan
cara-cara membuat kegiatan sesuai dengan yang direncanakan (Handoko, 1996:
359). Sedangkan definisi pengawasan
menurut Robert J. Mockler (dalam Handoko, 1996 : 360) adalah :Pengawasan manajemen adalah suatu
usaha sistematik untuk menerapkan standar pelaksanaan dengan tujuan perencanaan,
merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan
standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-
penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin
bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan
efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
Menurut Sujamto (1996 : 19) “Pengawasan adalah segala usaha atau
kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan
tugas dan kegiatan apakah sesuai dengan yang semestinya atau tidak”. Dari
pengertian di atas, pengawasan mempunyai kewenangan yang lebih “forcefull” terhadap objek yang
dikendalikan, atau objek yang diawasi. Dalam pengendalian kewenangan untuk mengadakan
tindakan konkrit itu sudah terkandung di dalamnya, sedangkan dalam pengertian
pengawasan tindakan korektif merupakan proses kelanjutan. Selanjutnya mengenai
pengawasan pemerintah pusat terhadap
daerah dikemukakan Hossein (1997 ; 427) bahwa : “Hambatan terhadap efektifitas
cara penyerahan wewenang dengan rumusan umum berasal dari kedua belah pihak,
baik daerah maupun pemerintah pusat. Hambatan dari daerah berupa rendahnya
kemampuan administrasi daerah pada umumnya, sedangkan hambatan dari pemerintah
pusat berupa tidak kondusifnya kebijakan nasional mengenai organisasi,
kepegawaian dan kewenangan daerah yang dianut selama ini.
Dari seluruh pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada
dasarnya kontrol pemerintah pusat kepada daerah adalah sangat kuat, sehingga
pelaksanaan otonomi daerah tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini terjadi
karena adanya pandangan perspektif yang berbeda, di satu pihak pemerintah pusat
ingin agar daerah tetap menjadi sub- ordinasinya dan adanya kekhawatiran terjadinya
disintegrasi bangsa serta keinginan daerah untuk melaksanakan dan mengelola
pemerintah daerah sesuai dengan aspirasi masyarakat secara mandiri di lain
pihak. Membicarakan pengelolaan keuangan, tidak akan lepas dari adanya responsibility atau pertanggungjawaban
pengelolaannya oleh pihak yang mengurusi, melaksanakan dan mengelola. Spiro
(dalam Ndraha, 2000 : 108), mendefinisikan responsibility
sebagai pertama, Accountability, perhitungan,
laporan pelaksanaan tugas) yang disampaikan kepada atasan atau pemberi tugas
(misalnya mandor) oleh bawahan atau yang diberi kuasa (misalnya mandatari)
dalam batas-batas kekuasaan (tugas) yang diterimanya. Kedua,sebagai obligation
(kewajiban) yaitu tanggung jawab seorang pejabat pemerintahan dihubungkan
dengan kedudukannya sebagai warga negara (citizen’s
political responsibility).Ketiga,
responsibility sebagai cause. Cause adalah faktor yang
menggerakan seorang pejabat untuk
melakukan sesuatu tindakan atau mengambil keputusan berdasarkan kehendak bebas (free will, free choice). Dengan adanya
alat ukur responsibility di atas,
maka dapat dilihat bahwa pemerintah desa bertanggung jawab atau tidak dalam
melakukan pengurusan, melaksanakan dan mengelola keuangan desa sehingga
pelaksanaan pembangunan di desa dapat terlaksana dengan lancar dan pelaksanaan
otonomi sesuai dengan yang diharapkan. Selain pihak pemerintah desa yang harus
bertanggung jawab, juga harus tercipta mekanisme pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan yang benar. Selama ini mekanisme pertanggungjawaban pengelolaan
keuangan oleh Kepala Desa dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa, kemudian
dilaporkan kepada Bupati. Badan Permusyawaratan Desa mempunyai kewenangan
pengawasan yang cukup besar, karena mereka mewakili rakyat. Pengawasan memang
seharusnya dilakukan terus-menerus secara preventif dan represif melalui
struktur hierarkhi organisasi yang jelas, dengan kebijaksanaan tertulis,
pencatatan atau hasil kerja secara tepat guna dan tepat waktu sehingga pelaksanaan tugas berjalan
sesuai rencana.
Untuk mengetahui penerapan prinsip akuntabilitas pengelolaan
Alokasi Dana Desa, pintu yang paling efektif adalah melalui pengawasan sehingga
mulai dari tahap perencanaan sampai dengan paska kegiatan dapat berjalan
efektif. Sedangkan pengawasan dilaksanakan dalam suatu proses dimana
pelaksanaan melalui tahapan-tahapan tertentu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Manullang (1991 : 183-184 ) yang menyatakan bahwa : “Proses pengawasan
dimanapun juga atau pengawasan yang berobyek apapun terdiri dari fase sebagai
berikut :
a.
Menetapkan alat ukur (standard)
b.
Mengadakan penilaian (evaluatif)
c.
Mengadakan tindakan
perbaikan (corrective action)”.
Penetapan alat ukur
diperlukan untuk membandingkannya dan menilai apakah kegiatan-kegiatan sudah
sesuai dengan rencana, pedoman, kebijaksanaan serta peraturan. Pengukuran
pelaksanaan dan perbandingannya berupa kegiatan penilaian terhadap hasil yang
nyata- nyata dicapai melalui perbandingan terhadap apa yang seharusnya dicapai
sesuai dengan tolok ukur yang telah ditentukan. Sedangkan tindakan perbaikan
berupa penyesuaian terutama penyesuaian terhadap kebijaksanaan dan
ketentuan-ketentuan serta dengan pemberian bimbingan atau sanksi.
Sebagai bagian dari
aktivitas dan tanggungjawab, sasaran pengawasan adalah mewujudkan dan
meningkatkan efisiensi, efektivitas, rasionalitas dan ketertiban dalam
pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas. Menurut LAN ( 2000 : 145) , hasil
pengawasan harus dijadikan bahan untuk:
a.
Menghentikan atau meniadakan
kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan
ketidaktertiban;
b.
Mencegah terulangnya kembali
kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan dan ketidaktertiban
tersebut;
c.
Mencari cara-cara yang lebih
baik atau membina yang telah baik untuk mencapai tujuan dan melaksanakan
tugas-tugas organisasi.
Oleh karena itu pengawasan baru bermakna manakala diikuti dengan
langkah-langkah tindak lanjut yang nyata dan tepat. Dengan kata lain, tanpa
tindak lanjut pengawasan sama sekali tidak ada artinya.
2.1.14 Penetapan
Alokasi Dana
Sesuai dengan Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 Pasal
30 berikut:
Jumlah Alokasi Dana Desa (ADD) setiap tahun mempedomani Peraturan
daerah tentang anggaran pendapatan belanja daerah yang besaran tiap desanya
ditetapkan dengan keputusan Bupati.
2.1.15 Penghitungan
Alokasi Dana Desa
Sesuai dengan Peraturan Bupati Kerinci Nomor 21 Tahun 2014 Pasal
31 berikut:
Penghitungan Alokasi Dana Desa untuk masing-masing desa dilakukan
dengan menggunakan rumus yang mempertimbangkan faktor pemerataan dan keadilan
serta potensi desa, dengan menggunakan rumus-rumus sebagi berikut:
-
ADDX=ADDM+ADDPX
Keterangan:
ADDx : Alokasi Dana Desa
Untuk Desa x
ADDM : Alokasi Dana Desa Minimal yang diterima Desa
ADDpx : Alokasi Dana Desa Proposional untuk Desa x
x : Desa
-
ADDpx=BDx*(ADD- ADDM)
Keterangan:
ADDpx : Alokasi Dana Desa
Proposional untuk Desa x
BDx : Nilai Bobot Desa untuk Desa x
ADD : Total Alokasi Dana Desa
ADDM : Total
Alokasi Dana Desa Minimal
x : Desa
-
BDx=a1 KVx+a2 KV2+a3 KV3x+..........an KVnx
Keterangan:
BDx : Nilai Bobot Desa untuk Desa x
KV1x,KV2x,KVnx : Koefisien Variabel Pertama,Kedua dan Seterusnya
a1,a2,a3......an : Angka bobot masing-masing Variabel
Keterangan:
KV 1,2,...x : Nilai koefisien variabel
pertama,kedua,dan seterusnya untuk desa
x.
V 1,2,.....x : Angka
variabel pertama,kedua dan seterusnya untuk desa x
Vn : Jumlah
angka variabel pertama,kedua, dan seterusnya untuk seluruh desa
2.2 Penelitian
Terdahulu
Teori ini sepenuhnya mengikuti karya Weber yang menyatakan
bahwa individu melakukan suatu tindakan
berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman, dan penafsirannya atas suatu
obyek stimulus atau situasi tertentu. Dengan demikian dapat diartikan bahwa aksi
merupakan kemampuan individu melakukan
tindakan, dalam arti menetapkan pilihan
atau cara atau alat dari sejumlah alternatif yang tersedia dalam rangka
mencapai tujuan yang hendak dicapai. Kondisi dan norma serta situasi penting lainnya kesemuannya membatasi
kebebasan aktor. Sementara proses pengambilan keputusan subjektif tersebut
dibatasi oleh sistem budaya dalam bentuk norma-norma dan nilai sosial (Ritzer,
1992: 57). Teori Aksi dewasa ini tidak banyak mengalami perkembangan melebihi
apa yang sudah dicapai tokoh utamanya Weber. Malahan teori ini sebenarnya telah
mengalami semacam jalan buntu. Beberapa asumsi fundamental Teori Aksi
dikemukakan oleh Himkle dengan menunjuk karya Mac Iver, Znaniecki dan Parsons
(dalam Ritzer, 1992 : 53-54) yaitu:
a.
Tindakan manusia muncul dari
kesadarannya sendiri sebagai subyek dan dari situasi eksternal dalam posisinya
sebagai obyek;
b.
Sebagai subyek manusia
bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Jadi tindakan
manusia bukan tanpa tujuan;
c.
Dalam bertindak manusia
menggunakan cara, tehnik, prosedur, metode serta perangkat yang diperkirakan
cocok untuk mencapa tujuan tersebut;
d.
Kelangsungan tindakan
manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tidak dapat diubah dengan sendirinya,;
e.
Manusia memilih, menilai dan
mengevaluasi terhadap tindakan yang akan, sedang dan telah dilakukannya;
f.
Ukuran-ukuran, aturan-aturan
atau prinsip-prinsip moral diharapkan timbul pada saat pengambilan keputusan,
Studi mengenai antar hubungan sosial memerlukan pemakaian tehnik penemuan yang
bersifat subyektif seperti metode Verstehen, imajinasi, sympatheic recontruction atau seakan-akan mengalami sendiri (vicarious experience).
Teori Aksi ditempatkan ke dalam Paradigma Definisi Sosial oleh
konsep voluntarisme Parsons Aktor menurut konsep voluntarisme ini adalah pelaku aktif dan kreatif serta mempunyai
kemampuan menilai dan memilih dari alternatif tindakan. Walaupun aktor tidak
memiliki kebebasan total, namun ia memiliki kemampuan bebas dalam memilih
berbagai alternatif tindakan. Berbagai tujuan yang hendak dicapai, kondisi dan
norma serta situasi penting lainnya kesemuanya membatasi kebebasan aktor,
tetapi di sebelah itu aktor adalah manusia yang aktif, kreatif dan evaluatif
(Ritzer, 1992:47) Parson (dalam Ritzer, 1992: 49) menyusun skema-skema tindakan
sosial dengan karakteristik sebagai berikut.:
- Adanya individu selaku aktor.
- Aktor dipandang sebagai pembuat tujuan-tujuan tertentu.
- Aktor mempunyai aslternatif cara, alat, serta tehnik untuk mencapai tujuan.
- Aktor berhadapan dengan sejumlah kondisi situasional yang dapat membatasi tindakannya mencapai tujuan.
- Aktor berada di bawah kendala dari nilai-nilai, norma-norma, dan berbagai ide-ide abstrak yang mempengaruhinya dalam memilih dan menentukan tujuan serta tindakan alternatif untuk mencapai tujuan. Dari berbagai teori diatas dapat diinterpretasikan bahwa akuntabilitas sangat diperlukan dalam keberhasilan semua kegiatan, sedangkan keberhasilan kegiatan Alokasi Dana Desa sangat ditentukan oleh para pengelola kegiatan, maka untuk mewujudkan good governance di tingkat pedesaan.
2.3 Kerangka Pemikiran
Peraturan Pemerintah nomor 72 Tahun 2005 menyatakan bahwa salah
satu sumber pendapatan desa diperoleh dari dana perimbangan pusat dan daerah
yang di terima untuk Kabupaten/Kota Paling sedikitnya 10%. Hal tersebut juga
tercantum dalam Peraturan Daerah Kabupaten Kerinci Nomor 5 Tahun 2007 tentang
keuangan Desa, yang menyebutkan bahwa sumber keuangan Desa berasal dari bagian dari perimbangan keuangan
pusat daerah adalah terdiri dari dana hasil pajak dan sumberdaya alam ditambah
dengan Dana Alokasi Umum setelah di kurangi belanja pegawai. Dana dari
Kabupaten/Kota diberikan lansung kepada desa untuk dikelola oleh Desa, dengan
ketentuan 30% digunakan untuk operasional pemerintahan Desa dan BPD, dan 70%
digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Berdasarkan ketentuan
tersebut Pemerintah Kabupaten Kerinci Tahun
2007 mengatur pengalokasian dana ADD dengan peraturan Bupati Kerinci
Nomor 5 Tahun 2007, tentang pedoman pelaksanaan Alokasi Dana Desa Kabupaten
Kerinci Tahun yang menetapkan bahwa pelaksanaan Alokasi Dana Desa wajib di
laporkan oleh tim pelaksana kegiatan desa dan pertangungjawaban Alokasi Dana
Desa terintegrasi dengan pertangungjawaban APB-Desa sesuai dengan peraturan
daerah Kabupaten Kerinci Nomor 5 Tahun 2007. Sedangkan pengawasan pelaksanaan
Alokasi Dana Desa secara internal di laksanakan oleh Badan Permusyawatan Desa,
serta masyrakat sebagai control social terhadap
pelaksanaan Alokasi Dana Desa serta oleh Aparat Pengawas Internal Kabupaten
yang merupakan pengawasan umum terhadap penyelengaraan pemerintah. Kerangka
pemikiran Efesiensi Pengolahan Dana Alokasi Desa Kecamatan Air Hangat Barat
Kabupaten Kerinci dapat di gambarkan dalam bagan kerangka pemikiran sebagai
mana gambar 2.3 berikut.
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
Dan
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia
Nomor 140/690/SJ, Tanggal 22 Maret
2005
|
Peraturan Daerah
Kabupaten Kerinci
Nomor 5 Tahun 2007
|
Petunjuk Teknis
Pengelolaan ADD
Kabupaten Kerinci
|
Pelaksanaan Kegiatan
Alokasi Dana Desa
Di desa
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar