ADAT
YANG EMPAT
Adat terdiri dari empat macam yaitu:
1. Adat
sebenar adat
2. Adat yang
teradat
3. Adat yang
diadatkan
4. Adat
istiadat
1. ADAT YANG SEBENAR
ADAT
Adat yang sebenar adat yaitu adat yang berdasarkan
atas Al-Qur’an dan Hadist (syarak). Adat yang bersendi syarak, syarak
bersendikan kitabullah. Yang sah di pakai, salah di buang. Menurut adat syarak
mengato adat memakai. Yakni adat yang berdasarkan agama, yang sesuai dengan
negara kita pun berdasarkan agama, seperti tertulis dalam pancasila yaitu
ketuhanan yang maha esa.
Yang sebenar adat itulah yang dikatakan, terpahat di
bendul jati, yang terlukis ditiang tengah yang tidak lapuk karena hujan, tidak
lekang karena panas, tidak boleh diasak, tidak boleh di anggu, diasuk mati
dianggu layu.
Biar bersilang pedang
di padang, beribu batu panarungan
Parit terbentang
menghalangi, tertegak pagar yang kokoh
Berdinding sampai ke
langit, bersilang pedang di leher
Hinggo leher telago bangkai, hinggo pinggang telago
darah
Namun adat tidak boleh diasak
Adat tidak boleh diasak, pusako tidak boleh diubah.
Adat jangan diasak orang lalu pusako jangan dirubah orang nempuh
2. ADAT YANG TERADAT
Adat yang teradat yaitu adat yang berasal dari buatan
nenek moyang kita dahulu, yang telah dipakai secara turun menurun, dan sebagian
besar berasal dari alam minang kabau.
Menurut adat: undang-undang turun dari minang kabaru,
teliti mudik dari banda jambi, adat yang empat datang alam Kerinci bertemu di
Bukit Jumbak, Bukit Jumbak berimbun besi. Contoh buataan-buatan nenek moyang
kita seperti cupak yang duo, adat yang empat, negeri yang empat, undang yang
empat, kato yang empat
3. ADAT YANG DIADATKAN
Adat yang diadatkan yaitu adat yang dipakai disetiap
negeri. Adat sepenjang jalan, cupak sepanjang betung, lain lubuk, lain ikan,
lain padang lain belalang, adat datar, pusako lepeh, namun pemakaian lain-lain.
4. ADAT ISTIADAT
Adat istiadat yaitu adat yang dibuat dengan mufakat,
dirobah dengan mufakat. Pepatah adat mengatakan bulek ayi di pembuluh bulek
kato di mufakat. Bulek dapat digolekkan ditempat yang data, pipih dapat
dilayangkan ditempat yang licin
Sebagian daerah mengatakan adat istiadat yaitu adat
jahiliah ialah adat yang sudah ada sebelum masuk agama Islam. sorak sorai orang
dalam negeri, tidak ada sopan dan santun, kcik tidak hormat kepado orang
tuo, yang tuo tidak kasih kepado yang mudo, yang kuat makan yang lemah. Di
kalo negeri sekelam kabut, rantau sigajah bingung.
B. LEMBAGA ADAT
Dalam rangka meningkatkan pembangunan disegala bidang daerah sakti alam
kerinci, peranan pemangku adat mempunyai peran yang sangat penting terutama
dalam hal menjaga ketertiban, mengamankan, mengayomi masyarakat. Sebagaimana
adat mengatakan tugas para pemangku adat adalah mengarahkan.
Mengajun, memapah, membimbing, menghilo, membentang, serto menjernihkan yang
keruh, menyelesaikan yang kusut, mematut yang silang menyusun yang renggang.
Untuk menyelesaikan suatu permasalahan antara anak buah anak kemenakan,
hendaklah dilakukan secara berjenjang naik ber tangga turun yang dikenal dengan
adat yaitu melalaui lembaga (lembago).
Lembaga (lembago) merupakan suatu wadah pemangku adat untuk menyelesaikan suatu
permasalahan antara anak buah anak kemenakan di dalam negeri yang dilakukan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
Menurut adat Sakti Alam Kerinci bahwa lembaga terdiri dari empat macam:
1.
Lembaga Dapur
(Lembaga Jati)
2.
Lembaga Kurung
3.
Lembaga Negeri
4.
Lembaga Alam
1) LEMBAGA DAPUR
Lembaga dapur yaitu
suatu wadah tempat menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara anak buah
anak kemenakan yang masih dalam lingkungan satu depati, satu ninik
mamak dan satu anak jantan.
Masalah yang diselesaikan didalam lembaga dapur
menurut adat yaitu air belum beriak, daun kayu belum beringgung. Untuk
menyelesaikan masalah ini maka adat memberikan kewenangan kepada Depati, Ninik
Mamak, Anak Jantan. Tengganai rumahlah yang berhak memutuskan atau mendamaikan
sengeketa tersebut.
Menurut adat berbunyi”Kuaso ikan kareno ideh, kuaso
burung kareno sayang dan rumah bertenggganai berarti anak buah anak
kemenakan masih bisa sekato tengganai, atau dikuasai oleh tengganai.
Pedoman untuk menyelesaikan suatu maslaah antara anak
buah anak kemenakan didalam lembaga dapur menurut adat berbunyi” mano nge
tinggi mak nyu ndah, mano nge gdang mak nyu kcik, mano nge kcik mak nyu abih.
Dapat diartikan bahwa setiap masalah yang terjadi
antara anak antara anak buah anak kemenakan tidak boleh masalah itu
dibesarkan-besarkan dan harus kita selesaikan dengan sebaik-baiknya oleh anak
jantan tengganai rumah itu sendiri.
Dalam menyelesaikan masalah antara anak buah anak
kemenakan hendaknya diselesaikan melalui lembaga dapru dengan mendudukan anak
jantan tengganai rumah dengan menggunakan Mas penyelesaiannya yaitu Mas
Sepetai. Mas sepetai yaitu mas anak jantan tengganai rumah.
2) LEMBAGA KURUNG
Lembaga kurung yaitu suatu wadah tempat menyelesaikan
masalah yang tenjadi antara anak buah anak kemenakan didalam kutung kampung
dalam sautu suku / kalbu.
Adat mengatakan bahwa dikatakan Lembaga kurung yaitu “atap
busanggit, mendun butumbuk, lebuh baulong samo di uni, samo tegenang samo
dicauk, laman bersih samo ditempuh, anak buah anak kemenakan samo dipapah dalam
negeri”.
Lingkup masalah yang diselesaikan didalam lembaga
kurung, menurut adat berbunyi: lemban balu tpung tawa, luko dipampeh, mati
dibangun, kundur batang sandaran bangun. Keruh ayi tegok ke hulu, nyintung ayi
tingok ke maro, berarti masalah yang terjadi itu benar-benar kito
mengetahui usul dengan asal, sebab dengan karno tidak bisa kito langsung
menjatuhkan hukm, melainkan dikaji secara adat menurut ico pakai, ngimak
cuntoh nge sudah, ngimak tuah nge menang. Disini mulai berlaku kcik
bunamo, gedang bugelar, tidak bisa pula dilakukan sewenang-wenang apa
kehendak emosi kita saja, seharusnya menurut adat yang ico kito pakai.
Adata megatokan:
Dulu rabat dengan butangkai
Kini lengkundi dengan bubungo
Dulu adat dengan dipakai
Kini kehendak hati dengan buguno
Untuk menyelesaikan masalah antara anak buah anak
kemenakan haruslah diselesaikan dengan baik-baik yaitu atas suka sama suko.
Adat mengatakan “bagi mano penydahnyo ateh mbuk samo mbuk, ateh suko samo
suko”. Dalam menyelesaikan masalah ini maka Mas yang digunkan yaitu Mas
Sekundi. Duduk yang dipakai Duduk Tingkat Ninik Mamak
3)
LEMBAGA NEGERI
Lembaga negeri yaitu suatu lembaga yang tepat
menyelesaikan permasalahan yang terjadi antara anak buah anak kemenakan didalam
parit yang bersudut empat,di pegang purbukalo bungkan yang empat,tigo luhah isi
negeri.
Masalah yang dapat diselesaikan didalam lembaga negeri
yaitu masalah yang terjadi antara anak buah anak kemenakan yang berlainan suku
atau kalbu,yang tidak bisa di selesaikan pada tingkat lembaga kurung. Duduk ini
dikenal juga dengan duduk batang pusko artinyo tidak bu uhang bu kami, yang
benar tetap benar, yang salah tetap salah.
Sebagai pedoman dalam
melakukan penyelesaian di tingkat lembaga negeri, sesuai dengan kata adat
berbunyi:
Kalau tumbuh silang
selisih bagi mano dawahnyo, kito dawah dalom batong pusko, bagi mano kajinyo
tasangkut kno tabalik lpeh io membaya idak basudah, manen bunyi kajinyo bneh
setingkin ampo segenggam, bah kekiri menang kekanan, alah suci menang bebeh,
beruk di rimbo kno susu anak dipangku kno buang, kato pusko idak diasak,
mencari sap dengen cermin (jerami), mencari tunggun dengen marwan, mencari
tuneh dengen memarap, kalu idak nyado dengen sadu itu, bia sabilik mebawo padi,
padi ampo, bia seguci membawo meh meh lancung.
Pengertian kata-kata adat tersebut di atas, masalah
yang terjadi harus di selesaikan secara benar dan adil, yang benar itu tetap
benar tidak boleh memihak atau menegakkan benang basah, yang salah tetap di
hukum menurut adat walaupun yang salah itu anak kita sendiri.
Untuk menyelesaikan
masalah pada tingkat lembaga negeri di gunakan mas yang bernama mas se emas
yaitu mas depati.
Dapat pula di jadikan
pedoman dalam menyelesaikan masalah pada tingkat lembaga negeri. Adat
mengatakan “ tibo di perut jangan di kempih, tibo di mato jangan di picing tibo
di papan jangan berentak, tibo diduri jangan singinjek, bukato jangan ngulung
lidah, bujalan jangan nginjen kaki”.
Bagi yang ikut duduk
dalam menyelesaikan masalah haruslah benar-benar menegakkan kebenaran untuk
mencapai keadilan, sehingga sepermasi hukum adat benar-benar dapat ditegakkan.
4. LEMBAGA ALAM
lembaga alam yaitu suatu wadah tempat menyelasaikan
……… anak buah anak kemenakan didalam suatu wilayah yang ……… antara negeri
dengan negeri,maupun antara kecamatan
Sebagai pedoman dalam
menyelesaikan masalah menurut adat ……… adat mengatakan :’’apubilo tumbuh silang
selisih mako didibawah dalom yang bu undang yaitu sari ado,sari bunamo,sari
mati sari bugela,sari guntur sari kilat,sari butepuk telingo angat,sari mati
bulanjo,sari butakuk,permen tanah,bukit didaki luhah diturun,kreh ditakik
lunakdisudu,jingok penaki balik penurun,jingok padang di balik rimbo,jingok
udang di balik batu,idak jugo sedang disitu idak buremeh bungkan diasah,idak
bubreh atah dikisai,idak bukayu jenjang diengkah,pekaro ini dimajukan jugo idak
jugo sedang disitu bia terbesut ke tanah abang,tunggak kedatih bubung
kebawah,lah kito tuik kito tanyo bupasirili bupadang mudik,idak jugo gsedang
disitu kalu buhanyut bak air,naik balai turun mendapo,jingok masjik yang duo
bleh kito takik ketanah hiang,lik bukit kajang selapak,idak jugo sedang disitu
undang-undang batali galeh,teliti butali semat,dukung breh jago sangu balatak
jaguk ili ku jambi jinjek semat yang duo puluh.
Dari kata-kata adat
diatas dapatlah kita tarik pengertian bahwa masalah yang terjadi antara
anak buah anak kemenakan tidak boleh dibiar kan begitu saja, maka kita selaku
pemimpin harus segara menyelesaikan agar masalah tersebut tidak semakin
besar,apabila kita yang salah maka kita harus mengakui dan sanggup mematuhi
atau mentaati hukum yang telah dijatuh kan menurut undang-undang yang
berlaku.namun apabila masalah ini atas hukum yang dijatuhkan tidak mau patuh
dan tunduk maka hal ini dapat dapat dilanjutkan ketingkat yang lebih tinggi.
class="MsoNormal"
style="margin: 12pt 0cm 0.0001pt 18pt; text-align:
justify;"> Di samping itu adat kita
mengatakan: tumbuh di ceupak samo di hati, tumbuh di adat samo di susuni,
tumbuh dibang pusko samo di kaki, tumbuh di undang samo dikerasi, tumbuh di
syarak samo di kaji.
UNDANG-UNDANG YANG EMPAT
Menurut adat yang ico kito
pakai, bahwa undang-undang dapat di bagi empat di antaranya:
1.
Undang
Luak
2.
Undang
negeri
3.
Undang
orang dalam Negeri
4.
Undang
undang yang dua puluh
1.
Undang
Luak
Undang luak yaitu undang
yang mengatur bahwa setiap luak ada pemimpinnya.
Adat mengatakan : Rumah
bertengganai, kampung butuo, luhah bepenghulu, negeri bebatin, alam berajo.
Rumah dikuasai oleh tengganai
Kampung di kuasai oleh tuo
Negeri dikuasai oleh bathin
Alam di kuasai oleh rajo
2.
Undang
negeri
Undang megeri yaitu aturan
yang mengatur syarat –syarat sahnya suatu negeri.
Adat mengatakan sahnya suatu
negeri yaitu ada parit terentang, ado lebuh tepiah, ado balai yang menganjung,
ado mesjid yang memuncak, ado penghulu jiwa negeri, ado hulubalang tabin
negeri, ado alim ulamo suluh amat terang , ayi yang amat jernih, ado kaum adat
yang memegang kunci kampung dalam negeri, nge tahu jengkun pakunyo, masuk kepetang
ngluakan pagi, ado pasak serto kancin, ado anak buah kembang baik dalom negeri
batu nyu sah negeri itu.
Negeri diatur, disusun oleh
orang tua-tua, karena baiknya suatu ngeri sangat tergantung pada kepemimpinan
dari orang tua-tua yang emngarah, mengajun, membimbing, memapah, anak buah anak
kemenakan didalam negeri. Terbitnya, amannya, dan makmurnya suatu anggota
masyarakat sangat dipengaruhi oleh para pemangku adat di negeri itu
Ada mengatakan: iluk negeri
dek uhang tuo, ramai tapain dek uhan mudo. Uhang tua penunggu dusun, kalu dio
hidup tempat butuik kalu dio mati tempat basumpah.
Iluk negeri dek uhan tuo ini
mengandung makna bahwa orang tuo-tuo mempunyai peran yang sangat dominan dalam
hal memberikan arahan petunjuk, bimbingan, serta menyelesaikan yang kusut,
menjernihkan yang keruh, mematut yang silang, menyusun yang renggang.
Ramai tepiahn dek uhang mudo,
mengandung pengertian budya orang muda yang kreatif, inovatif, terampil,
berpikir jauh kedepan, melaksanakan kegiatan-kegiatan yang positif seperti kegiatan
olah raga, kesenian, pengajian remaja kelompok ekonomi dan sosial.
3. UNDANG ORANG DALAM
NEGERI
Undang orang dalam negeri
adalah suatu undang yang mengatur tentang luko dipampeh, mati dibangun, nak
bubini isi adat isi pusako, nak lari tuang lemago.
Adat mengatakan bahwa undang
orang dalam negeri. Salah pauk membri pampeh, salah bunoh membri bangun, salah
makan dimuntahkdan, salah tarik mengembali, salah pakai dipaluhuh, sesat surut,
telangkah kembali, kufur taubat, gawa menyembah, utang dibayi, piutang
diterimo, buruk dibaru, kumuh disesah, patah dititut, sumbin ditempe, buruk
disilih, hilang diganti, bungkuk ditarah, kesat disepaleh, harto sekutu di
belah duo, jauh diulong, dekat bijingok, yang tuo dimuliokan, yang mudo
dihargai, yang kcik dikasihi, adat diisi, lemago dituang, undang diturut, sakit
berubat, mati dikubur, salah butimbang hukum dijatuhkan.
Kata-kata yang terdapat dalam
undang uhang dalam negeri adalah merupakan pedoman bagi pemangku adat dalam
mengadakan perdamaian antara kedua belah pihak atas terjadinya pelanggaran adat
didalam negeri setiap yang salah itu harus dihukum dijatuhkan
4. UNDANG-UNDANG YANG DUA PULUH
Menurut buku pengajian adat tigo luhah semurup, undang-udang yang dua puluh
terbagi atas dua yaitu
1.
Undang-undang
dua belas
2.
Undang-undang
yang delapan
1)
Undang-undang dua belas terdiri dari dua macam:
1.1 Undang-undang enam
dahulu
1.2 Undang-undang
enam sekarang
2)
Undang-undang yang delapan
Undang-undang yang delapan di bagi atas dua yaitu:
A. Undang
empat didarat
B.
Undang empat diair
a)
Undang –undang empat didarat yaitu:
a)
Remban butakuk
b)
Puwa menyeruak
c)
Lalang menyerumut
d)
Sepah yang melambun
b)
Undang-undang empat diair :
a)
Lapang sipangilan
b)
Layang –layang menyapu buih
c)
Beruk gedang dipeninjau
d)
Mujuk mengemba batang
Lawannyo itu empat:
a.
Berjamban-berjamban ru
b.
Tebung budengkek dengan undang
c.
Tepian bupaga baso
d.
Padang bupaga malu
Lawannyo itu empat:
a.
Suyek melipi air
b.
Gunjing di lua koto
c.
Hasut
d.
Fitnah
5.
Yang
di katakan undang–undang enam yang dahulu yaitu menuju jalan tuduh, tuduh-tuduh
uhang kemalin, tampo-tampo uhang kehilangan.
a)
Sebab anting jatuh enggang terbang gurun layu gajah nempuh
b)
Berjalan basah-basah
c)
Berjalan beregeh-regeh (bergegas).
d)
Dibawa pikat, dibawa langau
e)
Keno isik keno miyang.
f)
Ado orang membawa burito.
Apabila terdapat tanda
tersebut diatas maka orang itu harus keno tuduh menurut adat yang biasa
6.
Undang-undang
enam kemudian yaitu membawo kejalan cino/sak wasangka.Datang seorang meruncing
tanduk. Sibengkeh kuning cenderung mato orang banyak, nyujung nyu idak, ngepit
nyu idak, sanak bukan saudara bukan, nyu ado nempuh di situ uhang ado
kehilangan haruslah nyu keno tuduh menurut adat yang biaso. Atau undang-undang
enam kemudian:
a)
Terburu dia tidak
b)
Terlelah dia tidak
c)
Bertemu dia tidak
d) Tertambang
dia tidak
e)
Terikat dia tidak
f)
Tertangkap dia tidak
7.
Undang-undang
samun terdiri dari:
a)
Samun sidundum duman
b)
Samun sibujang duman
c)
Samun sibanti duman
d)
Samun sigajah duman
Yang termasuk inu samun yaitu pertama
dengki, kedua aniaya. Menurut adat yang di katakan samun sidundum duman yaitu
samun yang terjadi di tengah negeri yang gedang, sidundum tepuk dengan pekik se
iyak-iyak dengan buih, sekato tuo dengan mudo, sembunyi bujang dengan gadih,
tuolah sianu itu mati anjing.
Samun sibujang duman yaitu
samun yang terjadi antara negeri dengan negeri, antara pelak-pelak yang
berjumbuk, antara banja yang berjilo panjang, antara jalan panjang dengan jalan
pandak, tuolah samun sibujang duman.
Samun sibanti duman yaitu
samun yang terjadi antara sesap degen beluka, antaro rimbo dengan melawo,
antaro bukit dengen tinggi, antaro padun dinge padin,apabilo bertemu rumput
yang lindu darah yang terpancang bangkai yang tersulik, langan yang
meranggang, tuo yang samunsi banti dumah.
Samun sigajah duman yaitu
samun yang terjadi ditapak selulung rimbo balung, gung ajo batu
baradamai,situlah tanah lebih idak bubagih, situlah uhang mauk idak
mampeh,situlah membunuh idak membangun kalu pauk baleh dinge pauk,kalu membumuh
baleh dinge membunuh,kalu tikan baleh dengen tikam,sapu dengen jantan ambek
baleh, sapu dengen butino lahi situ.
URAIAN TEMBO PEMAKAIAN DI TIGO LUHAH
SEMURUP[1]
Baramulo kami mulai menyusun ico pakai adat lamo pusako usang di Tigo Luhah
Simuhut, dilingkung Payung keturunan Koto Payung Semurup Tinggi beserto dengan
Keturunan Gunung Sati Talang Melindung tanggal tigo puluh bulan duo seribu
seratus tujuh (3-2-1107). Tatkalo lah selesai mengarah dengan mengajun ilo
dengan bentang, wateh dengan bateh, rinteh rimbo nge mulawo, rumah gedang celak
piagam, lah di uni sko lah di junjung, arah ajun lah tentu, wateh dengan bateh
lah tahu, rinteh rimbo dengan mulawo lah nampak, barulah kami duduk
busamo-samo, dengan hati yang suci, muko yang jernih, antaro kami duo keturunan
satu asal satu keturunan Kuto Payung Semurup Tinggi dengan Gunung Sati Talang
Lindung untuk menentukan pegangan kami masing-masing beserto mengelanokan arah
dingen ajun dilingkung wateh dengan bateh di Tigo Luhah Simuhut.
Inilah susunan tertib kagedong skonyo beserto mengelanokan arah dingen ajun di
Tigo Luhah Semurup pegangan masing-masing kami:
1.
Sigumi Nan Tujuh[2]
memegangkan titah nan sati dirumah Rajo, rumah pesusun Tigo luhah Semurup
2.
Dipati nan batigo[3]
memegangkan perintah dengan keramat, arah dengan ajun, wateh dengan bateh,
rinteh rimbo dingan mulawo dilingkung Tigo Luhah Simuhut.
3.
Pemangku Nan Baduo[4]
memangkukan titah nan sati dari Rajo, menyampaikan kato dingan kuramat, kepado
anak butino dalam di Tigo Luhah Semurup berjalan meringan kaki, berkato
melangsing lidah, suaro dingan nyaring jauh di jeput, dekat dipanggin, duduk
busamo mintak diawai
4.
Ninek Karamenti yang selapan[5]
memegangkan gawi dengan karjonyo, mengelanokan titah nan sati, mengerjokan perintah
dengan kuramat di Tigo Luhah Semurup
5.
Anak Batino dalam, mengelanokan arah dingan ajun, menghunikan rumah gedang
Pencelak Piagam, batungku jarang, bapiuk gedang, balapik liba
Inilah roboknyo kagedongyo masing-masing duo keturunan satu asal satu keturunan
di Tigo Luhah Semurup salah satu antaro Sigumi Nan batujuh yang duduk berundin
dingan dipati nan butigo di rumah Pesusun Tigo Luhah Semuhut di rumah Balai
Adat yang Munganjung yolah Sigumi Nan Butigo;
1)
Sigumi Tanah Jambi, kagedongnyo satinyo menguraikan ico pakai adat lamo pusako
usang, diolah yang menentukan gawe dingen kerjonyo menyambut kato dalam
berunding, menimbang dawah sedang butingkah, setelah undin lah seluku, katolah
mufakat barulah Sigumi Tanah Jambi memberi berito kepado saudaronyo yang duduk
diruang rumah rajo nan didalam. Beritolah sampai, kato lah jleh, barulah Sigumi
Tanah Jambi menyerahkan Jato dingan burumbak, cerpuk dingen sati kepado Mangku
Rajo Tuo tando Titah Rajo lah Jatuh.
2)
Sigumi Kudrat, kagedongyo satinyo yang menghat kato dalam mufakat, membulatkan
undin sedang butingkah, membuun dio mti, bakato kato mti, kato sipatah idak
barubah, kato tiucap idak diulang, kato digeggam idak mengungkai, namun undin
tetap bulat, duduk tertib bakato dio supan, memegangkan keris dengan sati itu
titah dari Rajo
3)
Sigumi Dubalang Bungsu, kagedongnyo yang memegangkan Dubalang Rumah Karjen nan
Sati di Rumah Pasusun Tigo Luhah Simuhut. Diolah yang duduk mengembangkan dado,
basilo menyilangkan kaki memandang matonyo jalang memisahkan mendah dingan
musuh, memimpin Rajo sedang barunding.
Inilah susunan tertib kagedongnyo sko dilingkung keturunan Tigo Luhah Simuhut,
artinyo Sko Sati, artinyo Pusako Kuramat
Pegangan sko
:
Sko memegangkan rumah Celak Piagam, tembo keturunan, tembo tanah, wateh dengan
bateh, rinteh rimbo dingen melawo, lantak idak guyang, cermin idak kabu, ico
pakai idak buranjak, bakato dio mati, babuun dio meti sejak dulu sampai
sekarang
Undang-undang
menjunjung sko tunggu warih
ü
Hilang ninek timbun mamak, hilang mamak timbun punakan, sko idak dinamokan
turun, sko dinamokan timbun dingen sendirinyo menurut sati keturuna. Dingen
namo sko tidak buleh direbut, idak pulo di raih, namun sko nan sati tetap
timbun
Artinyo sko
tunggu warih
ü
Hilang ninek timbun kemamak, hilang mamak timbun ke punakan, hilang tuo buganti
mudo, hilang tubuh timbun badan, inilah yang dinamokan sko tunggu warih
Undang-undang
lahong Ico Pakai Adat Lamo Pusako usang di Tigo Luhah Semuhut .
1.
Undang-undang lahong dipegang sigumi nan tujuh, yang menjalankan titih dari
rajo
2.
Meh lahongnyo dipegang depati nan Batigo di tigo luhah Simuhut
3.
Menerbitkan meh lahongnyo, dipegang ninik mamak karamenti nan silapang
4.
Meh lahong dibebankan kepada anak butino dalam, tidak ado breh atah dikisai,
tidak bukayu jenjang dingkah, idak nyado dirumah kimak kubawah, namun lahong
terbit jugo. Kalau meh lahongnyo nyado nia turunlah kebawah idak jugo dapat,
mako meh lahongnyo dibebankan kepada sko salah satu penghulu Depati yang butigo
untuk membayarnyo, karno anak butino lah tipijak digunung ahang lah tipijak
gunung kapo, namun lahong tetap ditebit namo sko tetap ditabin, kcik mak ado
namo, gedang mak ado gla namun adat idak rusak, lambago idak sumbing, ico pakai
mak nyu nyalo, gadang mak nyu abih, kcik idak kami tibun namun adat tetap
dipegang, sarak jadi peduman ico pakai tetap dijalan, nyato diareh, terang
dialam, namun hutang tetap dibaya, namun duso tetap ditubat.
Mulai orang menamokan undang-undang lahong
Tatkalo maso dulu, dendam idak sudah samapai keturunannyo, hati bangih baleh
membaleh, intip menjadi-jadi, anak butino dingan tinayo, yang bagak dingan
diateh, yang burmeh dingan mnang, yang lemah membayar hutang. Adat dipegang lah
lemah, syarak peduman idak dijalan, ico pakai lah tentu idak dituhut, kampung
truh ditimpo bla, anak butino hilang peduman, idak centu ujung dingan pangkan,
raso nak mudik raso nak ile, kedahat salh kelembak salah, idak tentu peduman
yang dipegang, inilah adat jahiliyah
Yang dinamokan lahong, yolah ulek dendam sampai keturunannyo menurut hawa
nafsu sitan iblih, memegangkan adat badan suranglah, tidak bupuduman dengan
yang sebenarnyo adat, inilah yang dinamokan Lahong
Lahong
terbagi duo bagian
I.
Lahong Rajo Depati Nan Butigo
II.
Lahong dipati ninek mamak dilingkung payung keturunan Tigo Luhah Semuhut
1.1
Lahong Rajo Depati Nan Butigo disudahkan dirumah pesusun Tigo Luhah atau
dirumah Balai Adat Yang menganjung;
1.2
Lahong Dipati ninek mamak disudahkan dirumah gedang masing-masing di Tigo Luhah
Semuhut
Lahong Rajo
Dipati Nan Butigo Tigo Luhah Semuhut
1)
Menentang perintah Rajo Depati nan butigo dingan bukato kreh, bakicek cabuh,
megencang lengan, mengembangkan dado menghadap rajo depati nan batigo, didalam
duduk tigo luhah
2)
Anak gadih dibunting urang
3)
Anak butino titangkap basah
4)
Mengeja urang sipanjang simpang, membawo pekai dingan tajam
Lahong yang empat ini disudahkan dirumah adat yang menganjung Tigo Luhah
Simuhut, Dendo lahongnyo diterbitkan oleh Anak Inung Tigo Luhah Ijung
Panjang. Kecik nyu nak bunamo, gedang nyu nak bugela, muju lalu mulintang
patah, namun lahong tetap terbit (Dando Meh Sa Meh).
Lahong Depati
Ninik Mamak Tigo Luhah Simuhut:
1)
Menyambut lantak Depati Penghulu dalam kampung nan batuo di Tigo Luhah Semuhut
2)
Memburu urang sampai kerumah
3)
Menepuk anak butino urang
4)
Menyencang pakaian anak bini
5)
Mengeja anak bini sepanjang jalan
Lahong yang limo robok disudahkan dirumah gedang masing-masing di Tigo Luha
Semuhut dengan dendonyo Meh Setengah Meh, diterbitkan oleh Ulu Balang
dirumah gedang masing-masing di Tigo Luhah Semuhut
Susunan tertibnyo ico pakai adat membunuh kaki empat setahu Depati Penghulu
dalam negeri, parit yang bersudut empat, inilah roboknyo Empat robok
1)
nazar
2)
kikah
3)
kurban
4)
berumanah
Empat robok ini yolah panggilan sirih dingan parno awal dingan parno akhirnyo
ado maksud dengan hajatnyo inilah yang dikatokan setahu depati penghulu dalam
negeri, dendonyo meh setengah meh.
Yang tidak
setahu Depati Penghulu dalam negeri tigo robok atau tigo macam:
1)
membunuh kaki empat keadaan ternak sakit
2)
kijang masuk kampung
3)
atau kaki empat berniat untuk daging kejo uhang mati
Tigo robok ini atau tigo macam tidak dapat panggilan sirih atau pakai parno
awal atau akhir
Bangun duo
bahagian:
1)
bangun disengajo
2)
bangun tidak disengajo
1.1
bangun disengajo: bangunnyo breh seratus kerbau seekor, kain sekayu idak raut
dingen gunting, tidak ado dawah dingen undin, namun bangun tetap dibayar
Bangun
dingen di sengajo yolah dengki khianat, dendam idak sudah, lah buniat bermaksud
untuk membunuh urang menurut hawa nafsu, bangunnyo termasuk lahong
1.2
Bangun tidak sengajo umpamonyo:
1.2.1
urang mati jatuh dijenjang tanggo kito
1.2.2
urang mati naik kendaraan kito
1.2.3
urang mati didalam rumah kito
Bangun tidak
disengajo dinamokan bangun musibah artinyo sudah suratan Allahuta'ala.
Bangun
tersungkut undang duo bagian:
1.
Urang mati didalam pekarangan kito
2.
Urang mati didalam ladang kito atau diddalam pelak kito
Bangunnyo
jatuh dtentukan oleh taliti yang sebenarnyo menurut tingkah laku urang yang
tasungkup undan, baik atau jahat tingkah lakunyo selamo hidupnyo, itulah dinamo
mati busebab, namun bangun tetap dibayar
Tempat
menerbitkan bangun duo tempat
1) Bangun
disengajo atau membunuh urang, tempat menerbitkan bangun dirumah adat balai
mengajung Tigo Luhah Semurup tabuh bulentung, pedang diangkat , suaro kreh,
mato jalang, kecik nyu nak bunamo, gdang nyu nak bugela, namun bangun tetap
dibaya
Ado dih
mulayu ngato;
Sarih ptuh sari kilat, sati butepuk talingo bngap, nyato diareh terang dialam,
anmun adat idak rusak, lambago idak sumbing, namun ico pakai tetap dijalan Anak
inong Tigo Luhah Ijung Panjang
2) Bangun
idak busengajo, artinyo bangun musibah, maknanyo idak disengajo malang tibo,
tempat menerbitkan bangun dirumah gedang masing-masing di Tigo Luhah Semuhut,
diterbitkan oleh dubalang rumah gedang beserto dingen depati ninek mamak rumah
gedang masing-masing.
Luko
bapampeh dua bagian
1)
Mamampeh
1.1
Yang dinamokan mamapeh yolah pauk lah tiraso ditangan, niatlah toraso dihati,
bakato lah tiraso dilidah, iniilah yang dikatokan mampeh. Tidak adao raut
dingen gunting, idak ado undin dawah namun mampeh tetap dibaya
2)
Dipampeh
2.1 luko
dipameh yolah tidak sengajo
Yang
dinamokan luko dipampeh
1)
Kujo lpeh urang mulinteh
2)
parang diangkat urang nempuh, tidak disengko malang tibo namun luko tetap
dipampeh, meh luko mampeh mehnyo menurut teliti pandangan mato Diepati ninik
mamak kedua belah pihak seperti : kuyak jangat, bakuak dagin, putuh urat,
batakuk tulang, utangnyo separo bangun. Kawan tinayo dibuat awak, urang cacat
karno perbuatan.
Disudahkan
dirumah gedang masing-masing di Tigo Luhah semuruh, tidak ado raut dingan
guntingnyo
Yang
dikatokan lembam balu tapung tawa yolah daging nyembo kulit balu, utangnyo
bereh sipinggan uang 5 sen (Rp. 2500), kalau sekironyo daging nyembu' kulit
balu aka ilang pungenan jauh,masnyoi samolah dingen pampeh
Utang dendo
dua parakaro
1)
Utang lahong
2)
Utang bangun
3)
Utang mampeh
4)
Utang pampeh
5)
Utang lembam balu
Inilah
kagedongnyo Rajo serto Depati yang Batigo Di Tigo Luhah Semurup
1)
Sigumi Nan Batujuh memegangkan Neraco dingan adil, dungen bna tetap bena, yang
salah tetap salah, dio duduk memegang titahnyo
2)
Depati nan Batigo; memegangkan adat, syarak, ico pakai kagedongnyo belain-lain.
Dipati
Gumbalo sembah : memegangkan adat dinge sebena adat, babuun meti, bakato
mati-mati, salah tetap salah
Dipati
Simpan bumi, memegangkan hukum syarak, yang bna tetap bna, yang salah tetap
salah, menurut perintah kitabullah
Dipati mudo
menjalankan Undang-undang ico pakai. Yang lahong tetap lahong, yang bangun
tetap bangun, yang mampeh tetap mampeh, lembam balu tepun tawa, namun utang
tetap utang, kecik bunamo, gedang bugela, namun ico pakai tetap dijalan
Mulai urang menegakkan Balai adat dingan Manganjung tanggal satu bulan duo
seribu dua ratus (1-2-1200). Tempat pelabuhnyo dusun anak butino dalam dusun
balai, lamo balai itu ditunggu sampai tahun tanggal duo bulan tigo seribu
delapan ratus (2-3-1800) kemudian dari ini tidak disangko-sangko tibolah gempo
gedang selamo limo belas hari, tidak henti-henti sampai tanah tiblah, batang
ayi buranjak, dusunlah bucerai-cerai, ruamh gedang buranjak-anjak tempat, rumah
adat lah rubuh untug baik panunggu rumah adat tidakkan hilang menjadi pegangan
kemudian hari.
Inilah pusako penunggu rumah adat
balai yang menganjung:
Penunggu karang
bumbun rumah adat balai yang munganjung dingan warnanyo
(1)
hitam makna hitam tando adat
(2)
putih maknanyo syarak
(3)
abang/merah tando ico pakai, tabuh penunggu balai yang menganjung
Semenjak rumah adat ditunggu rumah adat sangat nyalo, syarak sangat terang, ico
pakai sangat jelang, setumbi idak mundur, setapak idak maju, namun ico pakai
tetap dipegang, muju lalu melintang patah, namun pegangan tetap digenggam, idak
lamo sudah itu, tibolah Belando kape lanat nak ngumpukan tokoh adat para ulama
dirumah pesusun tigo luhah semurup, untuk melihat bendo pusako peninggalan
ninek muyang kito yang ada dirumah gedang Tigo Luhah Semurup. Kemudian dari ini
bujuk dapat pelitik lah keno diserahkanlah pusako petunggu karabumbun Balai Adat
yang menganjung kepado Belando kape lanat, kemudian sudah itu adat mulai
guyang, syarak mulai kabu, ico pakai mulai buranjak-anjak, anak butino hilang
pegangan dengan pedomannyo
Setelah sudah itu urang yang memegang adat yang sebena adat dibuang jauh-jauh
yang tidak dapat dibuang lari kerimb membao adat yang sebenarnyo namun ico
pakai yang sebenanyo tetap dipangku. Tatkalo itu adat mulai kacau sarak mulai
bakalumak, icopakai mulang bersilang-silang, bala kampung menjadi-jadi, urang
satilah mngih keramatlah marah, ngimak anak cuculah ilang pedoman.
Tatkalo lamo sudah itu masuklah urang pakrun dari mnang kerbau, untuk menangguk
aye sedang kruh, mendauh ikan sedang mauk memasuk kait adat sedang kacau,
pujuklah dapat , pelitik lah kno, sesudah itu disusunlah kaji adat, antaro kito
dengan urang mnang karbau dingan kato dih mulayo ngato: idak tajak kait
mengenai, awak terimpit nak diateh, takurung nak dilua, kalah nak menang, idak
juga sedang disitu, dukung sangu ile ke benda jambi mencari banding nak menang,
nalak jalan jangan kno, nalak tungkat jangan bah, inilah kaji adat mnang
kerbau, menyabung mbuh, kalah idak mau, berunding mbuh sekatai awak, katolah
putuh dawa timbul, namun kalah pantang kerbau, itu tuah tanah mnang
Inilah kaji
adat ura manng kerbau:
Manih karno gulo,lmak karno santan, tegap karno tungkat, idak dipakai menjadi
adat kito, idak sesuai dengan ico pakai adat pegangan ninek muyang kito, adat
busendi syarak, syarak busendi kitabullah, ico pakai bersendi sunah nabi,
inilah adat yang sebena adatnya dari dulu sampai sekarang, mano yang bna tetap
bna, mano yang salah tetap salah, janganlah mencari banding menegakkan benang
basah, awak dimakan sumpah krisetio, badan hidup dikandung sumpah, tubuh hancur
dikandung duso, keturunan tinggan tituhut bla, kalau menuhut buat dingen janji,
dari ninik muyang kito, adat idak buleh didalak, sarak idak buleh dicari,ico
pakai jangan dibanding, ini ada sudah disusun dengan syarak sudah dipaham, ico
pakai sudah diteliti, betul kato dalam adat, sah kato dalam syarak, sesuao kato
dalam ico pakai,
inilah pegangan Ico pakai adat lamo pusako usang sejak dulu sampai sekarang.
Kami yang bersumpah dibawah ini memegang umanah dari Badu Kawo yang bergelar
Mangku Rajo Tuo Dukun Tigo luhah semuhut. Pada tanggal limo belas bulan empat
seribu sembilan ratus limo pulu tigo (15-4-1954).
Uraian tembo ico pakai inilah kami pindahkan kepada sehelai kerteh payung
hurufnyo nampak dan jeleh untuk pedoman keturunan kami dilingkungan Tigo Luhah
Semurup, sebelumnyo uraian ico pakai ini kami pindahkan, kami sudah disumpah
busamo-samo oleh mamak kami Badu Kawo Mangku Rajo Tuo
H. Muid Depati
|
H. Baharudin Depati
(Simpan depati)
|
Abu Taha Depati
Kepalo sembah
|
Mangku Gerak Depati
|
Bagindo Depati
|
H. Mamin depati `
|
H. Abdul Muthalib
Depati
|
H. Malano khatib Ninnek
Mamak
|
Malin kerteh ninik mamak
|
H. Bagindo Sutan Ninek Mamak
|
H. Samin depati
|
Kami
umanahkan ico pakai ini kepada saudaro kami
H. Mhd.
Jamin Depati/ Mangku Rajo
Ico Pakai yang ditulis dalam huruf arab melayu ini telah kami baca dan salin
ulang dalam huruf latin pada pada hari jum'at tanggal enam belas
september dua ribu lima
ttd
|
Ttd
|
ttd
|
M. Aris dpt
Depati kapalo sembah
|
Gerahimin,Dpt
Depati Simpan Bumi
|
Malin Kerteh Ninik
Mamak
Depati mudo
|
SKO TUNGGU WARIH :
Artinyo sko
tunggu warih
Hilang ninek
timbun kemamak, hilang mamak timbun ke punakan, hilang tuo buganti mudo, hilang
tubuh timbun badan, inilah yang dinamokan sko tunggu warih